Pages

Jumat, 21 Maret 2014

Untuk Negeri Keabadian


Pernahkah kau bayangkan wahai insan?
Suatu negeri dimana tak ada lagi kefanaan
tak ada lagi kebohongan
Dan tak ada lagi fantasi
serta imajinasi …

Yang tersisa hanyalah keabadian
Yang ada hanyalah kekal
Dan disaat itu…
Tahta tak mampu jadi perisai
Mahkota tak sanggup jadi tameng pelindung
Bahkan harta tak mampu jadi pusaka

Saat itu..
Singgasanamu hanyalah kepalsuan
yang tak mampu menjadi mata air harapan
dalam gersangnya nurani.
Kursi kerajaanmu sekedar imajinasi sesaat
yang tak sanggup menjadi binar penolong
dalam kelamnya asa.

Di negri itu…
Tahta dan hartamu yang fana itu
Hanyalah hiasan ilusi
yang tak piawai menjadi benteng penyelamatmu.
Kemewahan yang selalu kau banggakan itu
hanyalah aurora sesaat dalam bukit fantasi
yang tak bisa menjadi ornamen dalam kesengsaraan.

Di negri itu…
Semua bersujud pada keagunganNya
Memohon ampunan dan harapan
Karena hanya amal yang mampu jadi pahlawan
Laksana oasis dalam gurun keterpurukan
Hanya fitrah yang menjelma menjadi penolong
Ibarat pelangi dalam badai kegundahan
Hanya ilmu yang sanggup jadi penyelamat
Bak cahaya putih yang membelah lorong kelam kesedihan

Lantas, apa yang telah engkau persiapkan
untuk celenganmu di masa itu wahai insan ?
Apa yang akan kau persembahkan untuk
menghadapNya kelak?
Dan apa yang akan engkau bawa
sebagai bekalmu di negeri keabadian itu?

Puisi di atas menggambarkan tentang suatu alam yang kekal yaitu alam akhirat yang dalam puisi tersebut digambarkan sebagai “negri keabadian”. Seperti yang kita ketahui, memang dunia ini hanyalah dunia yang fana. Dan setelah kematian, manusia harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya selama hidup di dunia. Tak ada perbuatan sekecil apapun yang tak akan mendapatkan balasan. Ibarat kata pepatah “Siapa yang menanam maka ialah yang akan memetik buahnya”. Maka semua perbuatan baik manuasia akan dibalas dengan hal yang baik pula. Begitupun sebaliknya, perbuatan jahat akan dibalas dengan keburukan yang amat pedih. Dan itu berlangsung selama-lamanya. Bayangkan saja, ternyata waktu 1000 tahun di dunia hanyalah sehari waktu di akhirat. Bayangkan betapa meruginya orang-orang yang tidak mau berbuat baik selama hidup di dunia, maka ia akan mengalami penyiksaan dan pembalasan atas perbuatannya untuk selamanya.
Dan pada masa itu, tak akan ada lagi kebohongan. Karena mulut tak dapat lagi membela diri dan berdusta. Mulut kita akan terkunci dan anggota tubuhlah yang akan menjadi saksi nyata atas segala perbuatan kita di dunia. Lantas apakah yang mampu menyelamatkan kita di masa itu? Salah satu hal yang dapat menyelamatkan kita disaat itu adalah amal dan ilmu yang kita miliki.
Berbicara masalah ilmu, menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi semua umat manusia baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan kata bijak mengatakan “Tuntutlah ilmu dari buaian Ibu sampai liang lahat”. Sejak kita dilahirkan ke dunia ini, memang kita sudah mulai belajar tentang suara, warna, termasuk wajah orang tua kita. Dan proses belajar kita harus terus berlanjut sampai di liang lahat. Jadi, menuntut ilmu bukan hanya sebuah keharusan, melainkan sebuah kebutuhan bagi manusia. Manusia butuh menuntut ilmu sejak ia lahir ke dunia sampai meninggal. Karena dengan ilmu, manusia dapat meraih kesuksesan di dunia, bahkan juga di akhirat kelak. Arti kesuksesan itu bagi saya adalah disaat kita dapat meraih semua impian dan cita-cita kita di dunia, mampu menjadi orang yang memberikan manfaat untuk banyak orang di dunia serta menjadi orang yang tidak merugi di akhirat kelak.
Jadi, sebagai manusia kita harus menuntut ilmu untuk bekal hidup kita di dunia, dan yang penting juga untuk bekal kehidupan kita di alam akhirat yang kekal nantinya.


0 komentar:

Posting Komentar