Pages

Minggu, 30 November 2014

POTENSI BESAR GEOTHERMAL INDONESIA

Geothermal atau energi panas bumi adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung di dalamnya. Geothermal ini merupakan salah satu sumber energi baru terbarukan yang sangat ramah lingkungan. Hal ini disebabkan karena geothermal tidak menghasilkan gas rumah kaca seperti CO2 yang biasa ditimbulkan akibat penggunaan bahan bakar fosil. Sumber energi panas bumi ini berasal dari aktivitas magma di bawah permukaan bumi. Selain itu, panas ini juga dapat berasal dari panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi, peluruhan elemen radioaktif di bawah permukaan bumi, panas yang dilepaskan oleh logam-logam berat karena tenggelam ke dalam pusat bumi, ataupun efek elektromagnetik yang dipengaruhi oleh medan magnet bumi. Saat ini, geothermal ini pada umumnya dimanfaatkan untuk pembangkit listrik sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Sebelum dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik seperti sekarang ini, geothermal telah dimanfaatkan sebagai pemanas ruangan ketika musim dingin pada peradaban Romawi jaman dahulu. Tidak hanya itu, sejak 70 tahun yang lalu, geothermal telah digunakan untuk penggunaan langsung seperti pemanasan rumah, pemanasan rumah kaca, dan keperluan lainnya di Islandia. Pemanfaatan geothermal secara modern mulai berkembang sejak awal abad ke-19. Pada saat itu, Italia menjadi negara pertama yang menemukan cara paling efektif dalam pemanfaatan geothermal yaitu sebagai pembangkit listrik pengganti bahan bakar fosil. Pada tahun 1904, pemerintah Italia mencoba generator panas bumi pertamanya pada tanggal 4 Juli di area panas bumi Larderello, Italia.
Saat ini, penggunaan geothermal sebagai pembangkit listrik mulai dikembangkan di berbagai negara di dunia. Geothermal telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 negara di dunia seperti Italia, New Zealand, Amerika Serikat, Filiphina, dan negara-negara lainnya termasuk di Indonesia. Di samping itu, fluida geothermal  juga dimanfaatkan untuk sektor nonlistrik di 72 negara  untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dan sebagainya.
Di Indonesia sendiri, telah dilakukan kegiatan eksplorasi geothermal untuk pertama kali di daerah Kawah Kamojang , Jawa Tengah pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 dilakukan pengeboran lima sumur eksplorasi dan sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ3 masih memproduksikan uap panas kering (dry steam). Namun, kegiatan eksplorasi tersebut sempat dihentikan karena pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia pada saat itu.
Untuk selanjutnya, kegiatan eksplorasi geothermal di Indonesia baru dilaksanakan kembali secara luas di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 1972. Kegiatan tersebut dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand. Dari hasil survey pada saat itu, dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 lokasi sumber geothermal yang potensial. Lokasi-lokasi tersebut berada di sepanjang jalur vulkanik mulai dari Sumatera bagian barat, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil survey yang dilakukan selanjutnya menunjukkan beberapa daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 lokasi, yaitu  84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber energi geothermal yang cukup besar.
Indonesia dikaruniai potensi geothermal yang luar biasa. Hal tersebut merupakan dampak positif dari letak Indonesia yang dilalui oleh jalur gunung api (ring of fire). Hal ini terbukti dari 128 gunung berapi aktif yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan keberadaan sistem panas bumi umumnya berkaitan erat dengan kegiatan vulkanisme dan magmatisme yang biasanya berada daerah busur vulkanik (volcanic arc) dari sistem tektonik lempeng. Sampai saat ini di Indonesia terdapat 7 (tujuh) lapangan geothermal yang telah berproduksi yaitu Kamojang, Gunung Salak, Derajat, Wayang Windu (Jawa Barat), Dieng (Jawa Tengah), Lohendong (Sulawesi Utara), serta Sibayak (Sumatra Utara).
Potensi geothermal Indonesia memang sangat besar. Indonesia merupakan pemilik sekitar 40% potensi geothermal dunia. Menurut ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Abadi Poernomo mengungkapkan bahwa Indonesia menempati posisi ketiga setelah Amerika dan Filipina dalam hal pemanfaatan geothermal untuk sumber energi listrik. Dari total potensi geothermal di Indonesia sebesar 28.617 MW, sumber energi geothermal yang saat ini sudah digunakan sebesar 1341 MW atau sekitar 4,2%.

Mengingat potensi geothermal Indonesia yang sangat besar, pemanfaatan geothermal harus terus dikembangkan secara lebih optimal sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang keberadaannya semakin berkurang di alam. Kendala-kendala dalam pengembangan geothermal di Indonesia sebisa mungkin harus terus diminimalkan sehingga pemanfaatannya dapat lebih dioptimalkan.

Minggu, 02 November 2014

Penambangan Migas Wajib Perhatikan Pemeliharaan Lingkungan

Industri pertambangan minyak dan gas bumi (migas) merupakan sektor industri yang memberikan peranan cukup besar bagi perekonomian negara mulai dari peningkatan ekspor, peningkatan aktivitas ekonomi, sampai pada meningkatkan pendapatan negara maupun pendapatan daerah. Hal tersebut terbukti dari adanya fakta bahwa sektor energi dan sumber daya mineral menyumbang sekitar 20-30% dari total pemasukan negara. Selain memberikan peranan besar bagi perekonomian negara, industri pertambangan migas juga memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia. Sebagian besar kebutuhan energi untuk transportasi, listrik, industri, bahkan kegiatan rumah tangga di Indonesia berasal dari sumber daya migas. Oleh karena itu, sektor industri pertambangan migas memiliki peranan yang sangat penting bagi Indonesia.
Selain memiliki peranan yang sangat penting, ternyata industri pertambangan migas bukanlah sektor industri yang sederhana. Sektor industri ini merupakan industri yang sarat dengan modal, teknologi, keahlian dan juga resiko yang tinggi. Salah satu resiko dari kegiatan pertambangan ini berupa dampak yang ditimbulkannya bagi lingkungan. Seluruh proses pelaksanaan kegiatan operasional eksplorasi dan eksploitasi migas secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan dampak yang besar maupun kecil bagi lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, dalam melakukan operasi pertambangan migas, perusahaan-perusahaan migas harus memperhatikan  dampak-dampak yang ditimbulkannya terutama bagi alam dan lingkungan sekitar. Perusahaan migas wajib menjaga dan memelihara lingkungan sekitar lokasi pengeboran. Jangan sampai setelah kekayaan alamnya dikeruk sampai habis, namun justru merusak alam dan lingkungan sekitarnya.
Salah satu dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh penambangan migas bagi alam dan lingkungan sekitar ialah perubahan kondisi suhu dan cuaca. Dalam hal ini, terjadi peningkatan suhu yang cukup derastis dan cuaca menjadi lebih panas dari pada sebelumnya. Hal inilah yang dirasakan oleh para warga di sekitar area pengeboran migas di Blok Cepu, Bojonegoro setiap harinya. Sejak adanya pengeboran migas di daerah  sekitar tempat tinggalnya, mereka sering kali mengeluhkan panasnya udara serta serta minimya sumber air sejak proyek Migas Banyu Urip dimulai. Penyebabnya adalah pohon-pohon yang semula masih banyak dijumpai di desanya kini sudah dibabat habis untuk kepentingan industri migas. Oleh karena itu, para warga meminta agar lingkungan mereka segera di reboisasi.
Dalam kasus seperti yang dikemukakan di atas, perusahaan pertambangan migas wajib memperhatika dampak yang telah ditimbulkannya terhadap lingkungan. Perusahaan migas wajib melakukan reboisasi untuk menanam kembali pohon-pohon yang memang sangat dibutuhkan untuk kelestarian alam serta kenyamanan masyarakat sekitar, tentunya juga demi kenyamanan para pekerja di industri pengeboran tersebut. Upaya reboisasi ini tentunya juga harus didukung oleh masyarakat dan pemerintah sekitar likasi tersebut.
Selain berdampak pada perubahan kondisi suhu dan cuaca, masih banyak lagi dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan dari aktivias pertambangan migas  di Indonesia, antara lain ialah tercemarnya air laut. Seperti yang kita ketahui,  sebagian besar pengeboran migas di Indonesia berada di lepas pantai (off shore). Dalam kegiatan pengeboran migas lepas pantai ini, kemungkinan-kemungkinan buruk dapat terjadi, seperti kebocoran pipa minyak dan gas ataupun kecelakaan kapal pengangkut minyak, dan masih banyak lagi. Bahkan yang lebih parahnya lagi, terkadang beberapa perusahaan migas yang melakukan pengeboran lepas pantai membuang limbahnya ke laut. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan adanya pencemaran air laut yang dapat berdampak pada kerusakan ekosistem dan biota laut. Tidak hanya itu, air laut yang tercemar kemudian menguap dan menjadi hujan, akan turun ke bumi sebagai hujan asam yang dapat menghilangkan kesuburan tanah. Salah satu contoh kasus pencemaran air laut akibat pengeboran minyak yang terjadi di Indonesia ialah kasus yang terjadi di Kepulauan Seribu yang mencemari perairan di puluhan pulau yang sebagian besarnya masuk kawasan Taman Nasional Laut.
Selain kedua dampak negatif di atas, dampak negatif pencemaran lingkungan lainnya yang terjadi di Indonesia sampai sekarang ialah kasus semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur. Kasus semburan lumpur panas tersebut terjadi sejak 26 Mei 2006 ini diduga terjadi karena kesalahan proses pertambangan minyak yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas. Dugaan ini timbul karena pusat lokasi semburan semburan lumput tak jauh dari Sumur Banjar Panji-1 milik PT. Lapindo. Kasus ini masih belum bisa ditanggulangi sampai saat ini dan tentunya menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat.

Berdasarkan contoh-contoh dampak negatif dan kasus- kasus yang terjadi karena pertambangan migas yang telah dijabarkan di atas, maka perusahaan pertambangan migas memang wajib memperhatikan dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan karena proses pertambangan tersebut. Hal itu wajib dilakukan demi kelestarian alam dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan kita bersama. Hal tersebut dilakukan demi kenyamanan dan kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita nantinya. Jangan sampai setelah kekayaan alamnya dikeruk sampai habis, namun justru merusak alam dan lingkungan sekitarnya yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya.