Geothermal atau energi panas bumi
adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan
fluida yang terkandung di dalamnya. Geothermal ini merupakan salah satu sumber
energi baru terbarukan yang sangat ramah lingkungan. Hal ini disebabkan karena
geothermal tidak menghasilkan gas rumah kaca seperti CO2 yang biasa ditimbulkan
akibat penggunaan bahan bakar fosil. Sumber energi panas bumi ini berasal dari aktivitas
magma di bawah permukaan bumi. Selain itu, panas ini juga dapat berasal dari
panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi, peluruhan elemen radioaktif di
bawah permukaan bumi, panas yang dilepaskan oleh logam-logam berat karena
tenggelam ke dalam pusat bumi, ataupun efek elektromagnetik yang dipengaruhi
oleh medan magnet bumi. Saat ini, geothermal ini pada umumnya dimanfaatkan
untuk pembangkit listrik sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Sebelum dimanfaatkan sebagai pembangkit
listrik seperti sekarang ini, geothermal telah dimanfaatkan sebagai pemanas
ruangan ketika musim dingin pada peradaban Romawi jaman dahulu. Tidak hanya
itu, sejak 70 tahun yang lalu, geothermal telah
digunakan untuk penggunaan langsung seperti pemanasan rumah, pemanasan rumah
kaca, dan keperluan lainnya di Islandia. Pemanfaatan geothermal
secara modern mulai berkembang sejak awal abad
ke-19. Pada saat itu, Italia menjadi negara pertama yang
menemukan cara paling efektif dalam pemanfaatan geothermal yaitu sebagai
pembangkit listrik pengganti bahan bakar fosil. Pada
tahun 1904, pemerintah Italia mencoba generator panas bumi pertamanya pada
tanggal 4 Juli di area panas bumi Larderello, Italia.
Saat ini, penggunaan geothermal sebagai
pembangkit listrik mulai dikembangkan di berbagai negara di dunia. Geothermal telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 negara di dunia
seperti Italia, New Zealand, Amerika Serikat, Filiphina, dan
negara-negara lainnya termasuk di Indonesia. Di samping itu, fluida
geothermal juga dimanfaatkan untuk
sektor non‐listrik di 72 negara untuk
pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil
produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dan sebagainya.
Di Indonesia
sendiri, telah dilakukan kegiatan
eksplorasi geothermal untuk pertama kali di daerah Kawah Kamojang , Jawa Tengah pada tahun 1918.
Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 dilakukan pengeboran lima sumur eksplorasi
dan sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3 masih
memproduksikan uap panas kering (dry
steam).
Namun, kegiatan
eksplorasi tersebut sempat dihentikan karena pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia pada saat itu.
Untuk
selanjutnya, kegiatan eksplorasi geothermal di Indonesia baru dilaksanakan kembali
secara luas di seluruh wilayah
Indonesia pada tahun 1972. Kegiatan tersebut dilakukan oleh Direktorat
Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand.
Dari hasil survey pada saat itu, dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 lokasi sumber geothermal yang
potensial. Lokasi-lokasi tersebut berada di
sepanjang jalur vulkanik mulai dari Sumatera bagian barat, terus ke Pulau Jawa,
Bali, Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan
Sulawesi. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil survey yang dilakukan selanjutnya menunjukkan beberapa daerah
prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 lokasi,
yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di
Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di
Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Hasil survey tersebut menunjukkan
bahwa Indonesia memiliki potensi sumber energi geothermal yang cukup besar.
Indonesia dikaruniai potensi geothermal yang luar biasa. Hal tersebut merupakan dampak positif
dari letak Indonesia yang dilalui oleh jalur gunung api (ring of fire). Hal ini terbukti dari 128 gunung berapi aktif yang tersebar
di seluruh Indonesia. Sedangkan keberadaan sistem panas bumi
umumnya berkaitan erat dengan kegiatan vulkanisme dan magmatisme yang biasanya
berada daerah busur vulkanik (volcanic arc) dari sistem tektonik lempeng. Sampai
saat ini di Indonesia terdapat 7 (tujuh) lapangan geothermal yang telah
berproduksi yaitu Kamojang, Gunung Salak, Derajat, Wayang Windu (Jawa Barat), Dieng
(Jawa Tengah), Lohendong (Sulawesi Utara), serta Sibayak (Sumatra Utara).
Potensi geothermal Indonesia memang
sangat besar.
Indonesia merupakan pemilik sekitar 40% potensi geothermal dunia. Menurut ketua Asosiasi
Panas Bumi Indonesia, Abadi Poernomo mengungkapkan
bahwa Indonesia menempati posisi ketiga setelah Amerika dan Filipina dalam hal
pemanfaatan geothermal untuk sumber energi
listrik. Dari total potensi geothermal di Indonesia sebesar 28.617 MW, sumber energi geothermal yang saat ini sudah digunakan sebesar 1341 MW atau sekitar
4,2%.
Mengingat potensi geothermal Indonesia
yang sangat besar, pemanfaatan geothermal harus terus dikembangkan secara lebih
optimal sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang
keberadaannya semakin berkurang di alam. Kendala-kendala
dalam pengembangan geothermal di Indonesia sebisa
mungkin harus terus diminimalkan
sehingga pemanfaatannya dapat lebih dioptimalkan.