Banyak orang mengatakan bahwa
Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Indonesia adalah negara yang
kaya akan sumber daya alam. Namun, terkait dengan opini tersebut selalu muncul
pertanyaan dibenak kita yaitu “Mengapa mayoritas rakyat Indonesia masih hidup
di bawah garis kemiskinan padahal Indonesia kaya akan sumber daya alam?”. Mungkin pertanyaan
tersebut sesuai dengan anggapan bahwa Indonesia itu kaya, namun tetap miskin.
Indonesia kaya akan sumber daya alam, namun tetap miskin dalam pemanfaatannya.
Memang kondisi ekonomi Indonesia saat ini cukup memprihatinkan. Masih banyak
anak-anak Indonesia yang putus sekolah, angka pengangguran yang terus
bertambah, bahkan masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Rakyat Indonesia tidak dapat menikmati sumber daya alamnya sendiri
yang begitu melimpah. Hal yang lebih menyedihkan lagi ialah fakta bahwa
kekayaan alam indonesia malah dikeruk dan dinikmati oleh bangsa asing.
Fakta di atas menggambarkan
bahwa kekayaan alam Indonesia memang belum bisa sepenuhnya dinikamati oleh
rakyat Indonesia sendiri. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45) yang
merupakan dasar ideologi bangsa ini menyatakan secara terang-terangan bahwa
segala sumber daya alam Indonesia harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemkmuran rakyat. “Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Begitulah bunyi pasal 33 ayat (3) UUD’45. Namun pada kenyataanya, isi pasal
tersebut tidak benar-benar terealisasi dalam kehidupan bangsa. Mungkin, isi
pasal tersebut hanyalah kata mutiara yang tak mampu diwujudkan dalam kehidupan
nyata. Hal itu disebakan karena mayoritas sumber daya alam Indonesia masih
dinikamti dan dikuasai oleh bangsa asing sehingga rakyat Indonesia belum bisa
hidup makmur.
Pada kenyataanya, mayoritas
sumber daya alam Indonesia memang masih dinikamti dan dikuasai oleh bangsa
asing. Salah satu kekayaan alam Indonesia yang saat ini secara teraang-terangan
dapat kita amati adalah sumber-sumber minyak dan gas bumi (migas). Hasil survei teknologi global
menunjukkan dari 143 negara di Asia, pengelolaan migas di Indonesia ada di
posisi 113 di Asia. Di Oceania, pengelolaan migas Indonesia bahkan lebih buruk
di bawah Timor Leste.
Dengan demikian,
kesimpulan bahwa mayoritas sumber-sumber
migas yang ada di Indonesia sudah dikuasai asing menjadi tidak terbantahkan. Sumber-sumber migas yang ada
di Indonesia mayoritas memang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing seperti
Chevron, Total, Hess, petrochina, dan masih banyak lagi perusahaan-perusahaan
migas asing di Indonesia. Beberapa sumber migas indonesia yang dikuasai oleh
perusahaan asing diantaranya adalah Blok Siak Riau yang dikuasai oleh Chevron,
blok Offshore Mahakan di Kalimantan Timur yang dikelola oleh Total, dan masih
banyak lagi sumber migas Indonesia yang dinikmati oleh perusahaan-perusahaan
asing. Bahkan sekitar 75% blok-blok migas di Indonesia masih dikelola dan
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing seperti Chevron, Total, Hess,
petrochina, dan lain-lain, sementara perusahaan migas negara hanya menguasai
sekitar 25% blok migas. Ternyata dari
sekitar 279 blok migas di Indonesia, hanya sekitar 72 blok yang dikuasai oleh
perusahaan migas negara, selebihnya yaitu sekitar 207 blok migas masih dikuasai
oleh perusahaan-perusahaan asing.
Selain fakta yang cukup
mencengangkan di atas, bahwa perusahaan migas negara hanya menguasai sekitar
25% blok migas di Indonesia, ternyata produksi minyak mentah no. 1 di Indonesia
dipegang oleh Chevron (milik Amerika Serikat), sementara produksi gas no. 1 di
Indonesia dipegang oleh Total. Hal itu menunjukkan bahwa memang bangsa
Indonesia saat ini tidak mampu menikmati
sumber daya alam di negaranya sendiri. Semua itu disebabkan karena liberalisasi
di sektor tambang dan migas. Sejak 40 tahun lalu, pemerintah Indonesia telah
membuka izin seluas-luasnya kepada perusahaan-perusahaan asing untuk mengelola
tambang dan migas di Indonesia. Sejak saat itu, perusahaan-perusahaan asing
berdatangan ke Indonesia untuk mengeruk sumber daya tambang dan migas Indonesia
dan memperoleh keuntungan yang besar dari kegiatan tersebut.
Keuntungan yang diperoleh oleh
perusahaan-perusahaan asing tersebut tentu tidaklah kecil. Keuntungan yang
diperoleh dari blok-blok migas di Indonesia tentu sangat besar sehingga para
pengusaha asing berlomba-lomba mengelolanya. Padahal, seharusnya keuntungan
tersebut menjadi pemasukan keuangan negara dalam APBN yang sepenuhnya
dipergunakan untuk memakmurkan rakyat. Lalu, relakah kita jika bangsa asing
menikmati sumber daya alam yang kita miliki?. Pasti kita tidak rela jika aset
kita dinikmati bangsa lain sebagaimana perampok yang menjarah harta kita. Hal
tersebut disebabkan karena jika keuntungan dari sumber daya alam Indonesia
terutama migas sepenuhnya menjadi milik negara, tentu Indonesia bisa lebih kaya
dan sejahtera. Seperti yang pernah diungkapkan Ketua Komisi Pemberantasan
korupsi (KPK), Abraham Samad dalam Rapat Kerja Nasional III PDI Perjuangan,
Sabtu (7/9/2013), bahwa “Alangkah kayanya Indonesia sekiranya potensi sumber
daya alamnya, terutama sektor migas dikelola dengan baik. Sayang, migas
Indonesia masih dikuasai asing.” Coba bayangkan jika seluruh keuntungan yang
diperoleh dari blok-blok migas Indonesia digunakan untuk kepentingan rakyat,
seperti membangun sarana dan prasarana umum, untuk pendidikan, kesehatan, dan
lain-lain tentu rakyat Indonesia akan hidup makmur dan sejahtera. Namun, hal
itu masih sulit diwujudkan sekarang.
Untuk mewujudkan hal tersebut
diperlukan adanya kesadaran dari pemerintah untuk mengamankan kekayaan alam
Indonesia terutama sektor migas agar tidak dikeruk dan dirampok oleh
perusahaan-perusahaan asing. Pemerintah harus bertindak tegas terhadap
perusahaan-perusaan migas asing di Indonesia agar dapat mengembalikan
kepemilikan sebagian besar blok migas dari perusahaan asing kepada negara. Hal
tersebut bertujuan agar keuntungan dari kekayaan alam Indonesia, khususnya
sektor migas dapat sepenuhnya dikuasai oleh negara dan dipergunaakan sepenuhnya
untuk kemakmuran raakyat Indonesia.
#pesan untuk negeri
#pesan untuk negeri